Minggu, 01 Februari 2015

Sirah Nabawiyah : Mendidik di Masa Sulit dan Terhimpit



Sementara Rasulullaah Saw berada di Mekkah bersama kaum muslimin yang masih cukup sabar terhadap ujian kekerasan yang dilancarkan oleh musyrikin dari kaum Quraisy. Sungguh di dalam proses penyebaran Islam pada masa ini di Mekkah merupakan sebuah kegiatan pendidikan di tengah kekerasan dan ancaman pembunuhan.

Dalam segi kesukuan, para musyrikin dari Quraisy menumpahkan kemarahan mereka dengan membuat sebuah nota perjanjian (shahifah) di kalangan mereka, yakni:
1.     Tidak boleh menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
2.     Tidak menikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
3.     Tidak boleh menjual sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
4.     Tidak boleh membeli sesuatu apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.

Kemudian, tulisan shahifah ditempelkan di tengah-tengah Ka’bah sebagai pengumuman atas kesatuan mereka.

Abu Jahal memperketat penjagaan agar tidak ada orang yang berhubungan dengan Bani Hasyim dan Bani Muthalib, sehingga ia mencegat seorang keponakan Khadijah radhiyallaahu ‘anha. Saat Hakim bin Hizam bin Khuwailid hendak mengantarkan tepung kepada bibinya dan Nabi Saw yang sedang berada di Syi’b, tempat biasa Nabi Saw melakukan pengajaran sholat dan aktifitas lainnya, maka Abu Jahal hendak berbuat jahat pada Hakim, namun terlihat oleh Abu Al-Bakhtari bin Hisyam. Hingga akhirnya Abu Jahal dan Abu Al-Bakhtari berkelahi. Kejadian ini pun nampak oleh Hamzah bin Abdul Muthalib sampai kepala Abu Jahal terluka cukup parah akibat dipukul dengan tulang rahang unta oleh Abu Al-Bakhtari.

Abu Lahab menghina dan mengancam Nabi Saw, sedangkan Ummu Jamil isteri Abu Lahab berusaha memukul Nabi Saw dengan membawa batu. Hanya saja mereka luput untuk menyakiti Nabi Saw yang dilindungi oleh Allaah. Kemudian turunlah surat Al-Lahab sebagai sebuah penjelasan dari Allaah kepada Nabi Saw tentang keadaan yang akan menima Abu Lahab.

Meski ada embargo terhadap Rasulullaah Saw, pengikutnya dan khususnya kepada keluarganya dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib, mereka tetap melakukan pendidikan Islam secara terang, terbuka untuk semua orang di siang dan malam.

Gangguan semakin menjadi-jadi. Ketika Umaiyyah bin Khalaf bin Wahb melihat langsung Nabi Saw, lalu ia mengumpat dan mencaci maki Nabi Saw, maka turunlah surat Al-Humazah ayat 1 sampai ayat 9 menjelaskan tentang keadaan Umaiyyah si pengumpat.

Al-Ash bin Wail mengatakan bahwa ia tidak akan memberikan uang pembayaran pedang buatan Khabbab bin Al-Arat sampai hari kiamat datang dan ia menjelek-jelekan Nabi Saw serta para sahabatnya. Maka turunlah ayat tentang Al-Ash bin Wail yang dapat dijumpai pada surat Maryam ayat 77 sampai 80.

An-Nadhr bin Harits menuduh Nabi Saw di saat beliau Saw sedang mengajarkan Al-Quran dan maknanya kepada orang banyak secara terbuka. An-Nadhr mengatakan bahwa Al-Quran adalah dongeng-dongeng yang tidak lebih baik dari dongeng An-Nadhr sendiri. Maka turunlah ayat pada surat Al-Furqan ayat 5 sampai 6; Al-Qalam ayat 15; Al-Jatsiyah ayat 7 sampai 8 dan; Ash-Shaffat ayat 151 sampai 152.

Dalam masa yang sangat panas interaksi sosialnya ini, Rasulullaah Saw sebagai manusia biasa mengalami kemarahan dan beliau Saw menghina patung-patung yang disembah oleh kaum musyrikin Mekkah. Kemudian, Abu Jahal mengancam akan menghina Allaah, jika Nabi Saw tidak berhenti menghina tuhan-tuhan sembahannya. Maka turunlah ayat 108 dalam surat Al-An’am dimana Allaah sebagai Rabb Yang Maha Mengetahui mendidik akhlaq Nabi Saw agar berhenti menghina patung-patung sembahan kaum musyrikin itu karena resikonya nanti mereka akan memaki Allaah dengan cara melampaui batas tanpa pengetahuan. Dan Nabi Saw pun bersegera mengikuti perintah Allaah.

Al-Walid bin Mughirah, Al-Akhnas bin Syariq, Ubai bin Khalaf dan Uqbah bin Abu Muaith pun mereka semua kebagian menjadi orang-orang musyrik yang disebut dalam ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Saw sebagai penjelas tentang keadaan mereka.

Bahkan sebuah negosiasi pun dilancarkan oleh tokoh-tokoh musyrikin Quraisy kepada Nabi Saw agar kaum musyrikin menyembah Allaah dan agar Nabi Saw menyembah Lata, Uza dan Manat. Mereka ingin Nabi Saw dan para pengikutnya mencampurkan ajaran tauhid dengan ajaran syirik. Akhirnya Allaah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat 1 sampai 6 dalam surat Al-Kafirun. Sehingga Nabi Saw pun segera menjawab ajakan negosiasi mereka dengan kandungan ayat-ayat tersebut.

Dalam pertemuan berikutnya Rasulullaah Saw sedang berbicara dengan Al-Walid bin Mughirah dan beliau Saw sangat ingin Al-Walid masuk Islam, kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum dari Bani Amir bin Luai yang meminta kepada Nabi Saw agar ia diajari Al-Quran. Namun pada saat itu Nabi Saw tidak bersedia karena sibuk berbicara dengan Al-Walid. Ketika Ibnu Ummi Maktum terus-menerus meminta Nabi Saw meminta dibacakan Al-Quran, maka Nabi Saw pun sebagai manusia biasa merasa hal itu mengganggu dan akhirnya beliau Saw memalingkan dirinya dengan menampakkan muka masam. Dalam hal ini memang Ibnu Ummi Maktum tidak melihat ekspresi tersebut karena ia adalah tunanetra, kemudian  Allaah Yang Maha Mengetahui menurunkan ayat 1 sampai 14 dalam surat ‘Abasa kepada Nabi Saw agar bersegera memperhatikan Ibnu Ummi Maktum yang ingin mendapatkan pengajaran serta membersihkan diri dari ideology syirik yang ada di Mekkah. Dan Nabi Saw pun memohon ampun kepada Allaah dan segera kembali memperhatikan Ibnu Ummi Maktum dengan cara meminta maaf, berbicara dengannya dan membacakan Al-Quran kepadanya.

Selama Nabi Saw berupaya mengajarkan Islam, ternyata Allaah memberikan tuntunan melalui ayat-ayat yang diturunkannya dengan sangat tepat guna memperbaiki perilaku Rasul-Nya agar tampil sebagai pendidik berakhlak Qurani. Pendidik terbaik.

Seorang pendidik sejati adalah orang yang siap menerima tuntunan yang mengarahkan pada perbaikan; perbaikan pemahaman, perbaikan keterampilan dan perbaikan sikap yang semuanya merupakan sebuah entitas kesiapan seorang pendidik. Keberanian Nabi Saw untuk mengajarkan Islam kepada penduduk Mekkah adalah wujud ketaatannya kepada Allaah. Bilamana Nabi Saw mendekati atau melakukan kesalahan dalam proses tersebut, maka beliau Saw akan dituntun oleh Allaah dengan wahyu, ayat-ayat mukjizat atau Al-Quranul Kariim. Sehingga Nabi Saw akan tetap terjaga dan senantiasa berlaku sabar mendidik siapa pun, Alhamdulillaah.

 -----
Terima Kasih, Selamat Mendidik Generasi
Ridza Gandara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar