Rabu, 11 Februari 2015

Sirah Nabawiyah: Tarbiyah Allaahu Ta'aala, Penyembuh Duka



Pada tahun ke-10 setelah kenabian terdapat ujian yang sangat berat bagi Rasulullaah Saw bersamaan dengan penindasan kaum musyrikin di Mekkah. Ujian ini adalah meninggalnya Abu Thalib, seorang paman yang telah mengasuh Nabi Saw dan banyak berjasa melawan orang-orang yang hendak berbuat jahat kepada Nabi Saw. Sejak dahulu Abu Thalib dan isterinya, Fatimah binti Asad menjadi wali asuh bagi Nabi Muhammad Saw setelah wafatnya Abdul Muthalib, kakek Nabi Sholallaahu 'alaihi wasalam.

Pada tahun yang sama, Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid radhiyallaahu ‘anha meninggal dunia. Dalam hal ini, Nabi Saw merasakan kehilangan seorang isteri terbaik, isteri shalihah yang setia mendukung perjuangan dan pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Saw di saat sempit dan lapang, dalam suka dan duka.

Kejadian luar biasa dialami oleh Nabi Saw, yakni isra’ sebuah perjalanan dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Al-Aqsha di Ilia’ (sekarang Jerusalem) sebagaimana Allaah Azza wa Jalla berfirman, artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Isra’ : 1)

Perlu diperhatikan di sini bahwa istilah “mesjid” adalah tempat bersujudnya para hamba Allaah, dari sejak zaman Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw. Sehingga, perlu diketahui, pada masa jahiliyah sudah jelas ada mesjid di sekitar Ka’bah dan ada mesjid di Baitul Maqdis.

Nabi Saw mengisahkan pengalaman Mi’raj kepada para sahabatnya, seperti kata Yazid bin Abi Malik: "Anas bin Malik pernah bercerita pada kami: "Pada suatu kali Rasulullah Sholallaahu 'alaihi wasalam bersabda: "Telah didatangkan padaku seekor binatang yang besarnya hampir sama dengan kuda, langkah binatang itu sejauh mata memandang. Aku dipersilakan naik diatasnya, kemudian aku diajak pergi oleh Jibril. Ketika tiba disuatu tempat, maka aku disuruh turun dan disuruh mengerjakan sholat. Setelah aku laksanakan, maka Jibril bertanya: "Tahukah kamu dimanakah tadi kamu sholat?, Tempat ini adalah Madinah, tempat ini akan menjadi tempat hijrahmu". Kemudian aku melanjutkan perjalanan. Setelah itu Jibril memerintahkan aku turun dan memerintahkan aku mengerjakan sholat. Kemudian Jibril memberitahu bahwa tempat ini Thur Shina, di tempat inilah Allaah pernah berfirman pada Musa. Tidak lama setelah kami melanjutkan perjalanan kami, maka Jibril menyuruh aku untuk mengerjakan sholat. Kemudian Jibril memberitahu bahwa tempat itu adalah Bethlehem, di tempat ini Isa as dilahirkan. Ketika aku sampai di Baitul Maqdis, aku dapatkan para Nabi as telah berkumpul di tempat itu. Aku diperintahkan Jibril untuk menjadi imam sholat dengan para Nabi. Kemudian aku diajak menuju ke langit dunia, yaitu langit pertama. Di langit pertama aku menemui Adam as. Selanjutnya aku diajak meneruskan perjalanan hingga ke langit kedua. Di langit kedua aku menemukan Isa dan Yahya as. Kemudian aku diajak melanjutkan perjalanan hingga ke langit ke tiga. Di langit ke tiga aku menemui Yusuf as. Kemudian aku diajak melanjutkan perjalanan hingga langit ke empat. Di langit ke empat ini aku menemui Harun as. Kemudian aku diajak melanjutkan perjalanan hingga langit ke lima. Di langit kelima ini aku bertemu dengan Idris as. Kemudian aku diajak melanjutkan perjalanan hingga langit keenam. Dilangit keenam aku menemui Musa as. Dan akhirnya aku diajak melanjutkan perjalanan hingga di langit ke tujuh. Di langit yang ketujuh aku bertemu dengan Ibrahim as. Setelah itu aku diajak melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih tinggi hingga sampai di Sidratil Munthaha. Di tempat ini aku diliputi oleh awan. Kemudian aku bersujud. Di saat itulah Allaah berfirman: "Sejak Aku jadikan langit dan bumi, Aku telah menetapkan bagimu dan umatmu 50 kali sholat fardhu. Karena itu kerjakanlah olehmu dan umatmu". Ketika aku melalui di tempat Nabi Ibrahim, aku tidak mendapat pertanyaan apapun dari Ibrahim. Ketika aku melalui tempat Musa, maka Musa bertanya: "Berapa sholat yang difardhukan Tuhanmu bagi umatmu?" Kata Musa: "Sesungguhnya kewajiban itu terlalu berat bagimu dan umatmu, karena itu kembalilah pada Tuhanmu dan mohonlah keringanan". Ketika aku kembali pada Tuhanku untuk memohon keringanan, maka tuhanku memberi keringanan 10. Setelah aku kembali pada Musa, maka oleh Musa aku dianjurkan untuk kembali pada Tuhanku guna memohon keringanan lagi. Demikianlah seterusnya hingga diringankan bagiku hingga menjadi 5 kali sholat. Ketika aku beritahukan pada Musa, maka Musa berkata: "Kembalilah pada Tuhanmu dan mohonlah keringanan sekali lagi. Sesungguhnya telah diwajibkan atas Bani Israil hanya 2 kali sholat, akan tetapi mereka tidak mampu mengerjakannya". Ketika aku kembali pada Tuhanku untuk memohon keringanan. Maka Allaah berfirman: "Sejak Aku jadikan langit dan bumi telah Aku tetapkan bagimu dan umatmu 50 kali sholat. Kini telah Aku ringankan menjadi 5 kali sholat. Sholat 5 kali itu Aku samakan dengan 50 kali sholat, karena itu terimalah kewajiban ini dan kerjakan dengan sebaiknya." Setelah aku tahu bahwa ketetapan Tuhanku tidak dapat diubah, maka aku kembali pada Musa. Ketika Musa menganjurkan aku untuk mohon keringanan kembali, maka aku katakan bahwa: "Ketetapan akhir yang sudah ditetapkan tak akan diubah lagi oleh Tuhanku." (Kitab Sunan An-Nasai Jilid 1; 0437)

Setelah Nabi Saw diperjalankan oleh Allaah ke Baitul Maqdis dan menyelesaikan shalat di komplek Masjidil Aqsha, lalu beliau Saw menaiki sebuah bukit bebatuan. Dari atas bebatuan itu Nabi Saw hendak diberangkatkan ke langit. 

Nabi Saw mengalami mi’raj, sebuah kejadian dimana Nabi Saw diangkat ke Shidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allaah, para Nabi dan Rasul sebelum beliau Saw, dan para malaikat. Alhamdulillaah, atas ijin Allaah, pelajaran tentang rahasia syurga dan neraka, rahasia keberadaan para Nabi dan Rasul, serta kewajiban shalat 5 waktu pun diterima Nabi Saw melalui pengalaman mi’raj ini.
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ
عِندَ سِدْرَةِ الْمُنتَهَىٰ
عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَىٰ
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ
لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ
 
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (Qs. An-Najm : 13-18).

Dari Malik bin Sha'sha'ah ra, seorang pemimpin dalam kaumnya, katanya Nabi Saw bersabda: "Ketika aku sedang berbaring di tempat tidur dalam keadaan antara tidur dan bangun, tiba-tiba aku mendengar seseorang berbicara, lalu dia mendatangi dan membawa ku pergi. Kemudian aku dibawakannya sebuah bejana emas berisi air zamzam, lalu dibelahnya dadaku dari sini hingga ke sini. Tanya Qatadah, "Hingga mana dibelahnya?" Jawabnya, "Hingga bawah perutnya." Lalu dikeluarkannya hatiku, dan dibersihkannya dengan air zamzam. Sesudah itu diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian aku dibawakannya seekor binatang berwarna putih yang disebut Buraq', lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari baghal. Apabila binatang itu melompat, maka lompatannya sejauh mata memandang. Lalu aku dinaikkannya ke punggung binatang itu, dan sesudah itu kami pergi hingga sampai ke langit dunia. Lalu Jibril as minta supaya dibukakan pintu. Dia ditanya, "Siapa itu?" Jawab Jibril, "Aku Jibril!" Tanya: "Siapa bersama Anda?" Jawab: "Muhammad saw.!" Tanya: "Apakah dia sudah diutus?" Jawab : "Ya, sudah!" Sesudah itu barulah penjaga membukakan pintu untuk kami seraya berkata, "Selamat datang tetamu agung!" Kata Nabi Saw selanjutnya, "Kemudian kami bertemu dengan Adam as, sesudah itu di langit kedua dengan Isa dan Yahya as, di langit ketiga dengan Yusuf, keempat dengan Idris, dan di langit kelima dengan Harun as. Kami terus juga pergi, hingga sampai ke langit keenam. Di sana kami bertemu dengan Musa as. Aku memberi salam kepadanya, dan dia menjawab salamku pula. "Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih," ujarnya. Ketika aku telah berlalu daripadanya, dia menangis. Lalu dia ditanya oleh suara yang didengar, "Kenapa Anda menangis?" Jawab Musa as, "Ya Allaah, Engkau mengutus anak ini menjadi Rasul sesudahku. Tetapi umatnya lebih banyak yang masuk syurga daripada umatku." Kemudian kami pergi pula, hingga sampai ke langit ketujuh. Di sana aku bertemu dengan Ibrahim as, dan melihat empat buah sungai yang dua sumbernya kelihatan dan yang dua lagi tidak kelihatan. Aku bertanya, "Ya, Jibril! Sungai apakah ini?" Jawab Jibril, "Dua sungai yang tidak kelihatan sumbernya ialah dari syurga, sedangkan dua lagi yang kelihatan sumbernya, ialah sungai Nil dan sungai Furat." Kemudian aku dibawa naik ke Baitul Ma'mur. Aku bertanya kepada Jibril, "Apa ini?" Jawab Jibril, "Ini Baitul Ma'mur. Setiap hari tujuh puluh ribu malaikat masuk ke dalam, dan apabila mereka keluar mereka tidak akan kembali lagi ke dalam untuk selama-lamanya." Kemudian aku diberi dua buah bejana, yang satu berisi khamar dan satu lagi berisi susu. Tetapi aku justru memilih susu. Katanya, "Pilihan anda sungguh tepat!" Kemudian diwajibkan kepada ku sholat 50 kali sehari semalam sebagaimana telah diceritakan. (Kitab Shahih Muslim Jilid 1; 0318)

Nabi Saw pun kembali diturunkan ke bumi Mekkah dengan semangat dan keyakinan untuk menegakkan kebenaran tauhid, memperbaiki akhlak manusia dan mengajarkan ilmu pengetahuan serta teknologi kepada manusia supaya dapat memakmurkan bumi Allaah dan lingkungan sekitarnya. 

Nabi Muhammad Saw sudah bersiap kembali dengan kemurnian hati yang baru disucikan untuk kedua kalinya. Beliau Saw tawakkal untuk menghadapi episode baru mendidik umat manusia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.



-----

Terima Kasih, Selamat Mendidik Generasi
Ridza Gandara



Kamis, 05 Februari 2015

Sirah Nabawiyah: Mendidik, Dalam Lelah Tetap Ada Berkah

Keberkahan Allaah limpahkan kepada Nabi Saw dan para pengikutnya yang semakin hari semakin bertambah. Dan berita tentang beliau Saw sebagai Rasulullaah semakin tersebar luas keluar wilayah Makkah.

Datanglah sekira 20 orang dari luar Mekkah hendak menemui Nabi Saw. Mereka adalah para pendeta Kristen yang akhirnya mendapati Nabi Saw di sekitar Ka’bah dan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada beliau Saw. Lalu Nabi Saw mengajak mereka kepada jalan Allaah, membacakan ayat-ayat Al-Quran sehingga mereka pun menangis tatkala mendengar Al-Quran dan menyatakan keimanannya kepada Allah dan Muhammad sebagai utusan Allaah.

Setelah mereka selesai, Abu Jahal dan sejumlah orang Quraisy mendatangi para pendeta tersebut dan berkata bahwa ia tidak pernah melihat orang-orang datang dari luar Mekkah yang hendak mengumpulkan informasi tentang Nabi Saw dan selanjutnya malah membenarkan ajaran Nabi Saw, lalu masuk Islam beramai-ramai. Abu Jahal menyebut mereka sudah berbuat bodoh, maka mereka pun menjawabnya dengan tenang dan memberi salam yang baik, lalu menyatakan bahwa mereka bebas melakukan apa pun tentang hal itu, mereka tidak ingin mengabaikan kebenaran yang pasti membawa kebaikan atas mereka. 

Terkait peristiwa ini Allaah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat tentang peristiwa ini, 

 
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ مِن قَبْلِهِ هُم بِهِ يُؤْمِنُونَ
وَإِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ قَالُوا آمَنَّا بِهِ إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّنَا إِنَّا كُنَّا مِن قَبْلِهِ مُسْلِمِينَ
أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ لَا نَبْتَغِي الْجَاهِلِينَ


artinya: “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al-Kitab sebelumnya Al-Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al-Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al-Qur’an itu) kepada mereka, mereka berkata:” Kami beriman kepadanya; sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”. (Qs. Al-Qashash : 52-55)


------

Terima Kasih, Selamat Mendidik Generasi
Ridza Gandara


Minggu, 01 Februari 2015

Sirah Nabawiyah : Mendidik di Masa Sulit dan Terhimpit



Sementara Rasulullaah Saw berada di Mekkah bersama kaum muslimin yang masih cukup sabar terhadap ujian kekerasan yang dilancarkan oleh musyrikin dari kaum Quraisy. Sungguh di dalam proses penyebaran Islam pada masa ini di Mekkah merupakan sebuah kegiatan pendidikan di tengah kekerasan dan ancaman pembunuhan.

Dalam segi kesukuan, para musyrikin dari Quraisy menumpahkan kemarahan mereka dengan membuat sebuah nota perjanjian (shahifah) di kalangan mereka, yakni:
1.     Tidak boleh menikah dengan wanita-wanita dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
2.     Tidak menikahkan putri-putri mereka dengan orang-orang dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
3.     Tidak boleh menjual sesuatu apa pun kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
4.     Tidak boleh membeli sesuatu apa pun dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.

Kemudian, tulisan shahifah ditempelkan di tengah-tengah Ka’bah sebagai pengumuman atas kesatuan mereka.

Abu Jahal memperketat penjagaan agar tidak ada orang yang berhubungan dengan Bani Hasyim dan Bani Muthalib, sehingga ia mencegat seorang keponakan Khadijah radhiyallaahu ‘anha. Saat Hakim bin Hizam bin Khuwailid hendak mengantarkan tepung kepada bibinya dan Nabi Saw yang sedang berada di Syi’b, tempat biasa Nabi Saw melakukan pengajaran sholat dan aktifitas lainnya, maka Abu Jahal hendak berbuat jahat pada Hakim, namun terlihat oleh Abu Al-Bakhtari bin Hisyam. Hingga akhirnya Abu Jahal dan Abu Al-Bakhtari berkelahi. Kejadian ini pun nampak oleh Hamzah bin Abdul Muthalib sampai kepala Abu Jahal terluka cukup parah akibat dipukul dengan tulang rahang unta oleh Abu Al-Bakhtari.

Abu Lahab menghina dan mengancam Nabi Saw, sedangkan Ummu Jamil isteri Abu Lahab berusaha memukul Nabi Saw dengan membawa batu. Hanya saja mereka luput untuk menyakiti Nabi Saw yang dilindungi oleh Allaah. Kemudian turunlah surat Al-Lahab sebagai sebuah penjelasan dari Allaah kepada Nabi Saw tentang keadaan yang akan menima Abu Lahab.

Meski ada embargo terhadap Rasulullaah Saw, pengikutnya dan khususnya kepada keluarganya dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib, mereka tetap melakukan pendidikan Islam secara terang, terbuka untuk semua orang di siang dan malam.

Gangguan semakin menjadi-jadi. Ketika Umaiyyah bin Khalaf bin Wahb melihat langsung Nabi Saw, lalu ia mengumpat dan mencaci maki Nabi Saw, maka turunlah surat Al-Humazah ayat 1 sampai ayat 9 menjelaskan tentang keadaan Umaiyyah si pengumpat.

Al-Ash bin Wail mengatakan bahwa ia tidak akan memberikan uang pembayaran pedang buatan Khabbab bin Al-Arat sampai hari kiamat datang dan ia menjelek-jelekan Nabi Saw serta para sahabatnya. Maka turunlah ayat tentang Al-Ash bin Wail yang dapat dijumpai pada surat Maryam ayat 77 sampai 80.

An-Nadhr bin Harits menuduh Nabi Saw di saat beliau Saw sedang mengajarkan Al-Quran dan maknanya kepada orang banyak secara terbuka. An-Nadhr mengatakan bahwa Al-Quran adalah dongeng-dongeng yang tidak lebih baik dari dongeng An-Nadhr sendiri. Maka turunlah ayat pada surat Al-Furqan ayat 5 sampai 6; Al-Qalam ayat 15; Al-Jatsiyah ayat 7 sampai 8 dan; Ash-Shaffat ayat 151 sampai 152.

Dalam masa yang sangat panas interaksi sosialnya ini, Rasulullaah Saw sebagai manusia biasa mengalami kemarahan dan beliau Saw menghina patung-patung yang disembah oleh kaum musyrikin Mekkah. Kemudian, Abu Jahal mengancam akan menghina Allaah, jika Nabi Saw tidak berhenti menghina tuhan-tuhan sembahannya. Maka turunlah ayat 108 dalam surat Al-An’am dimana Allaah sebagai Rabb Yang Maha Mengetahui mendidik akhlaq Nabi Saw agar berhenti menghina patung-patung sembahan kaum musyrikin itu karena resikonya nanti mereka akan memaki Allaah dengan cara melampaui batas tanpa pengetahuan. Dan Nabi Saw pun bersegera mengikuti perintah Allaah.

Al-Walid bin Mughirah, Al-Akhnas bin Syariq, Ubai bin Khalaf dan Uqbah bin Abu Muaith pun mereka semua kebagian menjadi orang-orang musyrik yang disebut dalam ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Saw sebagai penjelas tentang keadaan mereka.

Bahkan sebuah negosiasi pun dilancarkan oleh tokoh-tokoh musyrikin Quraisy kepada Nabi Saw agar kaum musyrikin menyembah Allaah dan agar Nabi Saw menyembah Lata, Uza dan Manat. Mereka ingin Nabi Saw dan para pengikutnya mencampurkan ajaran tauhid dengan ajaran syirik. Akhirnya Allaah Subhaanahu wa Ta’aala menurunkan ayat 1 sampai 6 dalam surat Al-Kafirun. Sehingga Nabi Saw pun segera menjawab ajakan negosiasi mereka dengan kandungan ayat-ayat tersebut.

Dalam pertemuan berikutnya Rasulullaah Saw sedang berbicara dengan Al-Walid bin Mughirah dan beliau Saw sangat ingin Al-Walid masuk Islam, kemudian datanglah Ibnu Ummi Maktum dari Bani Amir bin Luai yang meminta kepada Nabi Saw agar ia diajari Al-Quran. Namun pada saat itu Nabi Saw tidak bersedia karena sibuk berbicara dengan Al-Walid. Ketika Ibnu Ummi Maktum terus-menerus meminta Nabi Saw meminta dibacakan Al-Quran, maka Nabi Saw pun sebagai manusia biasa merasa hal itu mengganggu dan akhirnya beliau Saw memalingkan dirinya dengan menampakkan muka masam. Dalam hal ini memang Ibnu Ummi Maktum tidak melihat ekspresi tersebut karena ia adalah tunanetra, kemudian  Allaah Yang Maha Mengetahui menurunkan ayat 1 sampai 14 dalam surat ‘Abasa kepada Nabi Saw agar bersegera memperhatikan Ibnu Ummi Maktum yang ingin mendapatkan pengajaran serta membersihkan diri dari ideology syirik yang ada di Mekkah. Dan Nabi Saw pun memohon ampun kepada Allaah dan segera kembali memperhatikan Ibnu Ummi Maktum dengan cara meminta maaf, berbicara dengannya dan membacakan Al-Quran kepadanya.

Selama Nabi Saw berupaya mengajarkan Islam, ternyata Allaah memberikan tuntunan melalui ayat-ayat yang diturunkannya dengan sangat tepat guna memperbaiki perilaku Rasul-Nya agar tampil sebagai pendidik berakhlak Qurani. Pendidik terbaik.

Seorang pendidik sejati adalah orang yang siap menerima tuntunan yang mengarahkan pada perbaikan; perbaikan pemahaman, perbaikan keterampilan dan perbaikan sikap yang semuanya merupakan sebuah entitas kesiapan seorang pendidik. Keberanian Nabi Saw untuk mengajarkan Islam kepada penduduk Mekkah adalah wujud ketaatannya kepada Allaah. Bilamana Nabi Saw mendekati atau melakukan kesalahan dalam proses tersebut, maka beliau Saw akan dituntun oleh Allaah dengan wahyu, ayat-ayat mukjizat atau Al-Quranul Kariim. Sehingga Nabi Saw akan tetap terjaga dan senantiasa berlaku sabar mendidik siapa pun, Alhamdulillaah.

 -----
Terima Kasih, Selamat Mendidik Generasi
Ridza Gandara